11/06/12

Makalah Pengelolaan Limbah Dengan Metode REUSE

PENGELOLAAN LIMBAH DENGAN METODE
REUSE
 (Makalah Pengelolaan Limbah Organik)






Oleh :
HANISA DESY ARIANI (E1A209007)
RINI RAHMAH (E1A209008)
USWATUN HASANAH (E1A209026)
CONY RONAULY Br. H (E1A209061)





PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2012


PENDAHULUAN
Pada saat ini salah satu penyebab masalah lingkungan hidup adalah limbah, tetapi timbulnya limbah tersebut tidak dapat dihindarkan, karena limbah adalah salah satu hasil dari kegiatan. Dalam kehidupan kita sehari-hari, terkait kemasan makanan yang kita beli, dulu sebelum tahun 1980-an makanan tersebut dibungkus dengan daun pisang, setelah tahun 1980-an mulai digunakan kertas berplastik, menjelang tahun 2000-an makanan dikemas dengan styrofoam.
Peningkatan limbah berbanding lurus dengan konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu, masalah limbah tidak habis-habisnya dipersoalkan dan dicari solusi penanganannya. Masalah lingkungan itu timbul akibat pembuangan limbah yang sembarangan yang akan mengganggu kesehatan, merusak lingkungan hidup serta kenyamanan hidup kita, oleh karena itu kita harus menanganinya.
A.    Definisi limbah
Menurut Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), definisi limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Definisi secara umum, limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).
Semakin meningkat kegiatan manusia, semakin banyak pula limbah yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu peraturan yang mengikat secara hukum terkait dengan limbah dan pengelolaannya. UU No 32 Tahun 2009 sudah memuat aturan segala sesuatu yang terkait limbah tersebut. Aturan itu menyangkut apa yang diperbolehkan, dilarang dan sanksi hukumnya. UU no 32/2009 ini merupakan penyempurnaan dari UU sebelumnya yaitu UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disamping itu, sudah ada UU yang lebih khusus lagi yaitu UU no 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
B.     Jenis limbah
Jenis-jenis limbah dari zat pembentuknya adalah:
1.      Limbah organik. Limbah ini dapat terurai secara alami, contoh: sisa organism (tumbuhan, hewan).
2.      Limbah anorganik. Limbah ini sukar terurai secara alami, contoh: plastik, botol, kaleng dan lain-lain.
Jenis-jenis limbah dari bentuk fisiknya adalah:
1.      Limbah padat, yang lebih dikenal sebagai sampah. Bentuk fisiknya padat. Definisi menurut UU No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari atau proses alam yang berbentuk padat. Contoh: sisa-sisa organisme, barang dari plastik, kaleng, botol dan lain-lain.
2.      Limbah cair. Bentuk fisiknya cair. Contoh: air buangan rumah tangga, buangan industri dan lain-lain.
3.      Limbah gas dan partikel. Bentuk fisiknya gas atau partikel halus (debu). Contoh: gas buangan kendaraan (dari knalpot), buangan pembakaran industri. Contoh sederhana dari penghasil limbah dari bentuk fisiknya adalah manusia. Tubuh manusia menghasilkan limbah padat (tinja), limbah cair (kencing) dan limbah gas (karbondioksida atau CO2). Pembuangan limbah dari manusia pun harus dikelola agar tidak menganggu kesehatan dan lingkungan hidup mereka.
Disamping pembagian berdasarkan zat pembentuk dan bentuk fisiknya, ada yang disebut Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3), limbah ini dapat berbentuk padat, cair dan gas. Limbah B3 ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3, serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia. Contoh: limbah medis (suntikan, botol obat), limbah industri, baterai, accu (aki), oli bekas dan lain-lain.
C.    Pengelolaan limbah
Dampak dari pembuangan limbah sembarangan dan tidak dikelola dengan baik berupa pencemaran tanah, air dan udara, serta banjir. Dengan demikian dapat dikatakan pengelolaan limbah ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatkan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan. Contoh-contoh pengelolaan limbah sebagai berikut:
1)      Limbah Padat
Seperti sampah organik akan membusuk mengakibatkan bau busuk yang mengundang hewan-hewan berdatangan, pada umumnya hewan tersebut dapat menyebarkan penyakit, dan dapat mencemari tanah. Sampah organik yang belum sempat membusuk dan non organik yang dibuang ke badan air (sungai, danau, laut), akan mencemari air tersebut, bahkan jika dibuang ke sungai dapat menyebabkan banjir.
Sampah rumah tangga dan sejenisnya di daerah perkotaan dikelola oleh Dinas Kebersihan Pemerintah Daerah atau swasta. Sampah-sampah tersebut (selain tinja) dikumpulkan di Tempat Penampungan Sementara (TPS), selanjutnya dari TPS dibawa ke tempat pendauran ulang atau pengolahan atau tempat pengolahan sampah terpadu atau tempat pemrosesan akhir sampah. Idealnya demikian, tetapi kenyataannya masih terjadi pencemaran akibat pembuangan sampah. Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) di kota-kota besar di Indonesia hanya menjadi tempat penumpukan sampah, tanpa perlakuan lebih lanjut. Pemda mulai membuat tempat pengolahan terpadu dengan disiapkan pemilahan sampah, tempat pendaur-ulangan, dan insinerasi (pembakaran yang terkendali). Sebelumnya TPA hanya untuk buang sampah saja, masyarakat berpersepsi tempat pengolahan terpadu itu hanya kamuflase saja, akibatnya masyarakat yang tinggal di sekitar pun banyak melakukan penolakan adanya tempat pengolahan sampah terpadu ini.
2)      Limbah Cair
Di manapun ia dibuang akan mencemari tempat pembuangannya, baik di tanah maupun di air. Oleh karena itu, harus dilakukan pengolahan air limbah baik dari perumahan maupun industri. Di kawasan industri air limbah diolah dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Di perumahan, tempat pembuangan air kakus adalah septictank, ini adalah bentuk pengolahan limbah tinja secara individual, sedangkan air limbah lainnya masuk ke selokan. Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) atau Septage Treatment Plant (STP) adalah bentuk pengolahan limbah tinja secara komunal. IPLT menggunakan sistem biologi dengan kolam oksidasi yang dilengkapi motor. Hasil olah IPLT baik air maupun lumpur dapat dikembalikan ke alam dengan aman, lumpurnya dapat dijadikan pupuk kompos. Selain itu IPLT di pemukiman padat penduduk dapat menghasilkan biogas. Biogas merupakan gas hasil fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme anaerobik. Biogas toilet adalah limbah toilet tersebut dimanfaatkan untuk diolah menjadi methane (CH4) yang kemudian digunakan sebagai bahan bakar memasak oleh masyarakat setempat. Biogas toilet ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari teknologi biogas untuk limbah ternak.
3)      Limbah Gas dan Partikel
Limbah ini umumnya merupakan hasil pembakaran baik dari kegiatan industri, proses pembakaran maupun dari kendaraan bermotor (knalpot). Limbah gas ini menjadi masalah karena banyak yang termasuk gas-gas penyebab efek rumah kaca. Gas-gas tersebut antara lain Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Dinitrogen oksida (N2O), Klorofluorokarbon (CFC), dsb, yang lebih dikenal dengan Gas Rumah Kaca (GRK) atau Green House Gasses (GHGs). Sinar matahari yang sampai di permukaan bumi secara alami sebagian akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke luar angkasa/luar lapisan atmosfer. Namun sebagian dari pantulan tersebut gagal mencapai luar angkasa karena diserap oleh GRK tersebut. Fenomena yang biasa disebut Efek Rumah Kaca atau Green House Effect ini menyebabkan suhu atmosfer meningkat, sehingga terjadilah Pemanasan Global dan Perubahan Iklim.
Secara global, sektor-sektor yang menghasilkan GRK ke atmosfer dan prosentasenya adalah sebagai berikut :
·         Energi termasuk transportasi (63%)
·         Industri (3%)
·         Perubahan Penggunaan Lahan & Kehutanan (8%)
·         Pertanian (13%)
·         Limbah (3%).
Tanda-tanda pemanasan global tersebut antara lain :
·         Kenaikan suhu atmosfer di seluruh wilayah dunia.
·         Pola (distribusi dan intensitas) curah hujan tahunan.
·         Kenaikan permukaan air laut akibat melelehnya salju di Kutub Utara dan Selatan.
·         Terjadinya fenomena perbedaan cuaca yang ekstrim.
·         Penurunan tutupan salju di puncak gunung bersalju dan mencairnya glacier.
·         Pemanasan dan acidifikasi (pengasaman) lautan.
·         Perubahan pada ekosistem.
Cara mengurangi ancaman pemanasan global adalah dengan:
1.      Konservasi Energi. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain adalah penghematan konsumsi listrik, penggunaan peralatan listrik hemat energi, pengurangan konsumsi BBM transportasi bermotor.
2.      Penghapusan Chlorofluorocarbon (CFC). CFC umumnya digunakan untuk mesin pendingin seperti AC, kulkas, freezer, dll. CFC saat ini sudah dapat digantikan oleh hidrokarbon.
3.      Penanaman pohon. Menanam pohon bahkan pada skala besar sekalipun, tidak dapat mengimbangi keseluruhan laju penambahan gas-gas rumah kaca ke atmosfer. Walaupun demikian, peningkatan penanaman pohon oleh setiap Negara akan memperlambat penimbunan gas-gas rumah kaca.
4.      Bahan bakar biomassa. Bahan bakar biomassa berasal dari kayu atau sisa-sisa tanaman pertanian. Bahan ini dapat digunakan secara berkelanjutan, dengan jumlah penggunaan setara dengan jumlah penanaman. Jika hal ini dilakukan, tidak ada emisi karbon dioksida karena tumbuhan yang ditanam akan mengkonsumsi karbon dioksida sebanyak yang dilepaskan ketika bahan dibakar. Jika energi yang dihasilkan digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil, maka ada pula pengurangan emisi karbon dioksida. Bahan bakar biomassa sudah digunakan secara berkelanjutan di berbagai industry pedesaan pada negara-negara berkembang. Pabrik gula dan penggilingan padi, minyak kelapa sawit dan agro-industri lainnya, secara berkala mengandalkan limbah mereka sendiri untuk menghasilkan energi yang diperlukan. Industri penggergajian kayu sering menggunakan potongan kayu dan limbah kayu lainnya untuk menghasilkan energi panas guna mengeringkan kayu. Usaha-usaha seperti ini harus didorong untuk beralih dari penggunaan bahan bakar fosil ke bahan bakar biomassa.
5.      Teknologi Pemanfaatan Sumber Energi Terbarui. Pemanfaatan sumber energy terbarui diyakini tidak menghasilkan emisi karbon dioksida. Oleh karena itu, peningkatan pemanfaatan energi dari sumber-sumber energi terbarui harus dianggap sebagai unsur utama dalam strategi mengurangi emisi karbon dioksida. Namun sejauh ini, sumbangan sumber-sumber energi terbarui terhadap pemasokan energi dunia amat kecil, kecuali dari tenaga air. Selain tenaga air, dapat digunakan juga energi matahari, energi pasang surut, panas bumi dan tenaga angin.
Disamping tindakan-tindakan di atas, pabrik atau industri harus melakukan penanggulangan emisi debu dan senyawa pencemar. Teknologi pengendalian yang akan digunakan harus dikaji secara seksama agar penggunaan alat tidak berlebihan dan kinerja yang diajukan oleh pembuat alat dapat dicapai dan memenuhi persyaratan perlindungan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan teknologi pengendalian dan rancangan sistemnya ialah:
·         Watak gas buang atau efluen.
·         Tingkat pengurangan limbah yang dibutuhkan.
·         Teknologi komponen alat pengendalian pencemaran.
·         Kemungkinan perolehan senyawa pencemar yang bernilai ekonomi.
D.    Limbah B3
Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya.
Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel.
Pembuangan limbah B3. Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3 ialah landfill (lahan urug). Metode pengolahan limbah B3 ada tiga cara yaitu:
1)      Chemical Conditioning.
Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:
·         menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur,
·         mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur,
·         mendestruksi organisme pathogen,
·         memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion,
·         mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan.
2)      Solidification/Stabilization.
Stabilisasi didefinisikan sebagai proses pencampuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metode yang diterapkan di lapangan ialah metode in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing.
3)      Incineration.
Pembakaran atau Insinerasi ini mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.


Tantangan utama kita adalah bagaimana mengurangi jumlah limbah padat, cair dan gas yang dihasilkan oleh rumah tangga, industri dan kegiatan lainnya. Prinsip dalam pengelolaan limbah yang harus kita pegang adalah 3R, “REDUCE, REUSE, RECYCLE”.
1.      Reduce (pengurangan) adalah mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya limbah. Sedapat mungkin kita mengurangi penggunaan bahan-bahan yang akan menghasilkan limbah. Contoh: penggunaan sapu tangan untuk menghapus keringat akan mengurangi limbah dari kertas tissue yang kita gunakan, menggunakan botol minum permanen yang sehat akan mengurangi limbah berupa gelas plastik atau botol plastik air mineral, pemilihan produk dengan kemasan yang dapat didaur-ulang.
2.      Reuse (daur pakai) adalah kegiatan penggunaan kembali limbah yang masih dapat digunakan baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain. Sedapat mungkin kita menggunakan kembali bahan-bahan yang masih memungkinkan untuk dipakai lagi. Contoh: kertas yang digunakan bolak-balik akan mengurangi limbah kertas, gunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang-ulang, gunakan baterai yang dapat di- charge kembali.
3.      Recycle (daur ulang) adalah mengolah limbah menjadi produk baru. Ada bahanbahan tertentu yang dapat didaur-ulang, contoh: kertas, karton, plastik, botol, besi, minyak jelantah, berbagai limbah organik.
ISI
Reuse (daur pakai) adalah kegiatan penggunaan kembali limbah yang masih dapat digunakan baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain. Sedapat mungkin kita menggunakan kembali bahan-bahan yang masih memungkinkan untuk dipakai lagi. Dibawah ini adalah beberapa penggelolaan sampah dengan prinsip reuse yang sudah diaplikasikan secara nyata :
1)      Barang yang didapat dipakai berulang-ulang kali seperti kursi, meja, baju, papan tulis dan lain-lain.
2)      Ampas tahu yang bisa langsung digunakan untuk pakan ternak.
3)      Kulit buah jeruk atau pisang yang biasanya hanya dibuang sebagai sampah organik dapat dinanfaatkan sebagai obat penghilang jerawat dan bekas luka.
4)      Klobot, tanaman dan tongkol jagung yang bisanya langsung dibuang, karena tidak dapat dikonsumsi oleh manusia maka dapat digunakan kembali sebagai pakan  ternak. Selain itu, klobot jagung dapat digunakan sebagai pembungkus makanan saat memasak.
5)      Daun pisang yang biasanya tidak dapat dikonsumsi oleh manusia dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pembungkus makanan (pembungkus nasi, pepes ikan, alas nasi pada piring, bungkus kue dan lain-lain), serta sebagai pengganti polybag.
6)      Sabut dan tempurung kelapa dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti arang, selain itu sabut kelapa dapat digunakan untuk bahan media pada anggrek dan sebagai penggosok peralatan masak.
7)      Ranting pohon yang jatuh dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
8)      Kaleng bekas susu dapat digunakan sabagai alat untuk melobangi mulsa plastik.
9)      Rumput sisa pembersihan dapat dimanfaatkan langsung sebagai pakan ternak.
10)  Hasil pangkasan tanaman pagar dapat digunakan langsung sebagai mulsa.
11)  Kertas Koran bekas dapat digunakan sebagai alat pembersih dan pembungkus perlatan kaca.
12)  Pakaian yang robek dapat digunakan sebagai lap pembersih lantai.
13)  Air bekas cucian beras dan air bekas ikan dapat digunakan sebagai pupuk cair yang dapat langsung diaplikasikan pada tanaman.
14)  Oli bekas dapat dimanfaatkan sebagai pembersih dan pengkilap lantai pada kayu ulin.
15)  Styrofoam bekas peralatan penyangga TV dapat dimanfaatkan sebagai tambahan median tanam saat aklimatisasi kultur jaringan.
16)  Botol selai bekas dapat digunakan kembali sebagai tempat untuk menumbuhkan planlet kultur jaringan.

KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan adalah sebagai berikut :
1)      Limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).
2)      Tantangan utama kita adalah bagaimana mengurangi jumlah limbah padat, cair dan gas yang dihasilkan oleh rumah tangga, industri dan kegiatan lainnya. Prinsip dalam pengelolaan limbah yang harus kita pegang adalah 3R, “REDUCE, REUSE, RECYCLE”.
3)      Reuse (daur pakai) adalah kegiatan penggunaan kembali limbah yang masih dapat digunakan baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain. Sedapat mungkin kita menggunakan kembali bahan-bahan yang masih memungkinkan untuk dipakai lagi. Contoh: kertas yang digunakan bolak-balik akan mengurangi limbah kertas, gunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang-ulang, gunakan baterai yang dapat di- charge kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Herlan dan Aisyah. 2000. Hasil Penelitian Pengelolaan Limbah Organik Secara Elektrokimia. Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif. Jawa Timur.

Sri Murni. 2011. Pengelolaan Limbah. Jurnal. Banyuwangi Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar